Senin, 08 Juni 2009

Persamaan dan Perbedaan Antara Norma hukum dengan Norma Lainnya

Persamaan:
  1. Bahwa norma itu merupakan pedoman bagaimana seseorang harus bertindak dan bertingkah laku.
  2. Bahwa norma berlaku berdasarkan pada suatu norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih tinggi ini berlaku bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya sampai dengan norma dasar yang disebut " GROUDNORM ".
Perbedaan :

Norma Hukum

Norma Lainnya

  1. Bersifat Heteronom

Artinya : norma hukum datangnya

di luar seseorang.

Misal : bayar pajak.

1. Bersifat Otonom

Artinya : norma hukum datangnya

dari dalam diri sendiri.

Misal : berdoa.

  1. Dapat dilekati dengan sanksi

pidana, sanksi pemaksa, secara

fisik.

  1. Tidak dilekati dengan sanksi

pidana maupun sanksi pemaksa

secara fisik.

3. Sanksi dilaksanakan oleh Negara.

3. Sanksi dating dari dirinya sendiri.

Minggu, 07 Juni 2009

HIERARKI Peraturan Per-Undang Undangan RI


Tata Urutan HIERARKI peraturan Per-Undang Undangan

TAP MPR

No. XX / 1966

TAP MPR

No. III / 2000

Undang-Undang

No. 10 Tahun 2004

1. UUD RI 1945

1. UUD RI 1945

1. UUD RI 1945

2. TAP MPR

2. TAP MPR

2. UU

3. UU

3. UU

3. Perpu

4. PP

4. Perpu

4. PP

5. Keputusan Presiden

5. PP

5. Peraturan Pemerintah

6. Peraturan Pemerintah

Lainnya:

- Peraturan Menteri

- Instruksi Menteri

6. Keputusan Presiden

6. Peraturan Daerah (Perda)


7. Peraturan Daerah (Perda)



Ketentuan Khusus Jual-Beli Piutang

Ketentuan khusus jual beli piutang – piutang dan hak – hak tidak berwujud lain.

Apa yang diaturbdalam bagian ini tidak lain dari pada jual beli mengenai hak-hak (rechten). Sebenarnya undang-undang telah mengatuir beberapa hak. Ada hak-hak yang melekat pada benda berwujud dan ada pula yang melekat pada benda-benda tidak berwujud.yang menjadi tujuan permasalahan bukan ghak-hak kebebdaan, tetapi hak-hak lain diluar hak kebendaan.

Jual beli piutang (pasal 1533 BW).

Penjualan suatu piutang mengandung makna, bahwa pembveli akan “memperoleh segala sesuatu” yang termasuk kedalam bagian penjualan.Demikian halnya dalam jual belipiutang yang dibeli.bukan piutangnya saja yang diperoleh pembeli. Tetapi meliputi semua hak-hak yangh melekat pada piutang dengan sendirinya berpindah kepada pembeli seperti borgtocht, hak utama (voorrecht) dan hak hipotik.

Tentang masalah sampai dimana jaminan atau vrijwaring yang harus diberikan penjual suirat-surat piutang atau hak lain yang tak berwujud. Mengenai jaminan/tanggungan penjual piutang pasal 1534 telah memberi pedoman :

a. menjamin adanya wujud hutang pada waktu penyerahan.

b. Tapi tidak menjamin kemungkinan adanya “ cacat “ yang terdapat pada piutang atau hak yang di jual.

c. Demikian juga, penjual tidak diwajibkan menjamin mengenai kemungkinan “kemampuan atau ketidak mampuan debitur” melakukan pembayaran; Kecuali jika penjual dengan cara tegas memberi jaminan kepada pembeli akan hal kemampuan debitur melakukan pembayaran (pasal 1535). Kalau kemampuan debitur tadi telah di jamin secara tegas oleh penjual, apabila nanti ternyata benar-benar debitur tidak mampu membayar, kewajiban melakukan pembayaran beralih kepada penjual. Penjuallah yang wajib membayar kepada pembeli “sebesar harga penjualan” yang diterimanya.

Perlu sedikit mendapat perhatian bahwa seandainya ada jaminan penjual akan kemampuan debitur melakukan pembayaran, yang penjual salam hal ini adalah kemampuan debitur menurut “keadaanya saat sekarang”. Bukan kemampuan debitur dimasa yang akan dating. Berarti penjual dengan sepenuhnya berani memikul tanggung jawab atas “seluruh pembayaran” yang semestinya harus dibayar oleh debitur (pasal 1536 BW).

Jadi kalau umpamanya A mempunyai tagihan hutang pada B yang mempunyai harga nominal Rp.1.000.000,- , kemudian A menjualnya kepada C di bawah nominal sebesar Rp.700.000,- maka dalam jual-beli surat piutang ini kewajiban A sebagai penjual, bias terjadi sebagai berikut :

► Kalau A menjamin bahwa debitur B benar-benar mampu melakukan pembayaran, dan apabila nanti ternyata B tak mampu membayar, dalam hal ini penjual hanya wajib membayar kepada pembeli (C), sebesar apa yang dulu diterimanya dari C pada waktu jual-beli (dalam hal ini Rp.700.000,-)

►Akan tetapi kalau jaminan yang diberikan penjual (A) menjangkau juga kemampuan debitur (B) untuk masa pembayaran yang akan datang, berarti penjual harus bertanggung jawab untuk membayar pada pembeli “sebesar harga nominal”.Walaupun harga penjualannya pada pembeli jauh dibawah harga nominal.dengan demikian, jika nanti ternyata B tidak mampu membayar, maka A harus membayar kepada pembeli C sebesar harga nominal.

Jual beli warisan.

Apakah yang dijual dalam jual beli warisan? Yang menjadi objek jual-beli warisanialah hak ahli waris atas “bagian yang dapat diperolehnya dari aktiva” harta peninggalan. Mengenai kemungkinan menjual aktiva harta peninggalan yang belum dibagi jadi masih milik bersama dari para ahli waris, tidak bertentangan dengan hukum, sepanjang aktiva yang dijual itu “tidak melebihi” apa yang akan diperoleh si penjual sebagai bagiannya.

Sehubungan dengan masalah jaminan, kalau dalam jual beli piutang dan hal lain yang tak berwujud, yang dijamin penjual hanya kebenaran hanya akan wujud hutang, atau adanya hak penjual pada saat penyerahan kepada pembeli tanpa menjamin kemampuan debitur kelak melakukan pembayaran. Maka dalam jual-beli warisan, penjual hanya dibebani dengan jaminan :

ü Tentang kebenaran sebagai ahli waris jadi penjual juga menjamin bahwa dirinya benar-benar ahli waris dari warisan yang dia jual

ü Penjual tidak perlu untuk tidak diwajibkan untuk menjamin tentang adanya harta warisan tertentu yang akan dia peroleh. Dengan demikian penjual warisan paling-paling hanya menjamin sebesar kemungkinan harta yang akan diperolehnya sebagai bagiannya

Kecuali jika penjual dalam surat jual-beli telah menyebut terperinci barang-barang warisan yang akan diperolehnya. Jika demikian halnya, penjual bertanggung jawab sepenuhnya atas segala jumlah barang yang akan diperincinya dalam surat jual beli (pasal 1537 BW).

JUAL BELI CICILAN ATAU ANGSURAN

Menghenai jual beli dengan pembayaran angsuran/cicilan sama sekali tidak asda diatur dalam BW, yang berlaku untuk Indonesia.namun demikian ternyata dalam praktek sehari-hari banyaki kita jumpai lalu lintas persetujuan yang berbentuk jual beli angsuran/cicilan.karena itu sekedar berpedoman kepada hukum perdata belanda,akan kita coba membicarakannya secara singkat.kalau kita perhatikan jual beli cicilan merupakan salah satu bentuk penjualan kredit pembeli wajib membayar harga barang secara termein atau berkala. Sebaliknya penjual biasanya masih tetap berhak menarik barang yang akan dijual dari tangan pembeli apabila pembeli tidak dapat membayar harga cicilan menurut temein yang dijadwalkan.

Adanya hak penjual untuk menarik kembali barang yang telah dijual karena akibat keterlambatan membayar cicilan adalah merupakan syarat yang disebut klausul yang menggugurkan.

Salah satu jual beli angsuran atau cicilan ialah sewa beli. Sewa beli adalah jual beli dimana penjual menyerahkan barang yang dijual secara nyata kepada pembeli. Akan tetapi penyerahan yang tadi tidak dibarengi dengan penyerahan hak milik.hak milik baru belakangan nanti diserahkan yakni pada saat pembayaran terakhir dilakukan pembeli.seolah olah pembeli hanya sebagai pemegang. Pemegang atau penguasaan atas yang di beli inilah yang dimaksud sebagai penyewa. Hubungan penjual dan pembeli atas barang yang di beli, tiada lain seperti hubungan sewa menyewa layaknya.pembeli berhak memakai dan menikmati barang yang di beli.namun secara periodic harus membayar hutang tetapi pembayaran hutang tetapi pembayaran periodic bukan ditujukan sebagai imbalan pemakaian dan penikmatan barang.pembayaran periodic semata-mata dimaksudkan untuk memperoleh hak sebagai pemilik atau eigenaar.apa sebabnya penjual bermurah hati menyerahkan pemakaian barang dan kenikmatan barang yang dibeli dengan angsuran.kerelaan penjual menyerahkan didasarkan pada perhitungan.karena kedalam setiap termein pembayaran yang dilakukan pembeli,penjual sudah memasukkan perkiraan bunga hutang dari harga barang.

Setelah harga sewa yang dilakukan dengan cicilan terbayar penuh,saat itulah pembeli berhak penuh,baik untuk memiliki maupun memindahkan barang itu kepada pihak ketiga. Tetapi apakah prinsip yang diatur dalam sewa beli ini tidak berbenturan dengan prinsip yang diatur dalam pasal 1977 BW.

Secara menurut hemat kami agaknya sewa beli mengenai barang yang bergerak tidak sejalan dengan ketentuan pasal 1977 yang mengajarkan bezit atas benda bergerak merupakan title yang sempurna.siapa saja pemegang dan menguasai barang bergerak,dialah pemilik dianggap pemilik mutlak atas barang tersebut.

Yang memberi perlindungan kepada para pihak yang memperoleh barang dengan beritikad baik dari sipemegang yang bukan berhak sekalipun. Dengan demikian ketentuan pelanggaran dan kewenangan mengasingkan/memindahkan barang sewa beli yang belum seluruhnya dilunasi pembeli, ditinjau dari segi ketentuan pasal 1977, larangan dan ketidak wenangan itu jelas sekali kurang efektif.Namun sekedar usaha menghindari kemungkinan perlindungan yang diberikan pasal 1977 kepada pihak ketiga yang beritikad baik, maka jual beli angsuran/jual beli dengan system sewa beli memberi kepada penjual klausul yang menggugurkan atau vervalclausule.

Vervlaclausule ini sekedar memberi kepastian perlindungan bagi pihak penjual, bahwa keterlambatan membayar angsuran yang telah dijadwalkan, dengan sendirinya jual beli dengan system sewa beli menjadi batal, dan barang dapat ditarik dari pembeli.Sebenarnya, jual beli denmgan pembayaran angsuran adalah memegang persetujuan jual beli. Cuma para pihak dalam persetujuan tersebut menentukan harga penjualan akan dibayar dengan pembayaran termein.

Tetapi sekalipun pembayaran dilakukan secara berkala, namun barang yang dibeli harus diserahkan kepada penguasaan pembeli secara nyata.

Perlu harus diingat, tidak semua jual beli yang dibayar dengan cicilan termasuk jual beli cicilan. Untuk dapat disebut suatu jual beli dengan [pembayaran angsuran/cicilan harus hal itu dinyatakan secara tegas dalam persetujuan.

Macam-macam Perjanjian

Pembagian Perjanjian antara lain sebagai berikut:

A. Dari segi prestasi perjanjian aantara lain:
  1. Perjanjian untuk memberikan sesuatu.
  2. Perjanjian untuk melakukan sesuatu.
  3. Perjanjian untuk tidak melakukan sesuatu.
B. Dari segi "isi" prestasi antara lain:
  1. Perjanjian positif adalah perjanjian yang isinya positif "melakukan sesuatu".
  2. Perjanjian negatif adalah perjanjian yang isinya negatif "isinya untuk tidak melakukan sesuatu".
C. Dari segi "waktu" antara lain:
  1. Perjanjian sepintas lalu adalah pemenuhan prestasi langsung sekaligus dalam waktu yang singkat dengan demikian perjanjian berakhir, biasanya jenis perjanjian ini tidak terlalu besar.
  2. Perjanjian berlangsung terus adalah disini pemenuhan prestasi berlangsung dalam jangka waktu yang lama, biasanya jenis perjanjian yang besar.
D. Dari segi "isi, subyek, maksud perjanjian" antara lain:
  1. Perjanjian alternatif adalah debitur dalam memenuhi kewajibannya dapat memilih salah satu diantara prestasi yang telah ditentukan.
Selain Perjanjian diatas ada juga perjanjian atau jenis yang lain diantaranya:
    1. Perjanjian komulatif adalah prestasi yang dibebankan pada debitur terdiri dari bermacam-macam jenis.
    2. Perjanjian fakultatif adalah hanya mempunyai satu obyek prestasi, maka debitur berhak mengganti prestasi yang ditentukan dengan prestasi lain, bila debitur tidak mungkin menyerahkan prestasi semula.
    3. Perjanjian generik adalah perjanjian yang hanya menentukan jenis dan jumlah barang yang harus diserahkan.
    4. Perjanjian spesifik adalah perjanjian yang menjadi obyek perjanjian yang ditentukan dengan ciri-ciri saja.
    5. Perjanjian yang dapat dibagi adalah obyek perjanjian yang dapat dibagi menjadi beberapa.
    6. Perjanjian yang tidak dapat dibagi adalah perjanjian yang obyeknya tidak dapat dibagi beberapa.
    7. Perjanjian tanggung menanggung adalah perjanjian sebagai akibat dari kehendak para pihak atau oleh ketentuan undang-undang.
    8. Perjanjian bersyarat adalah perjanjian yang pelaksanaannya digantungkan kepada sesuatu di masa depan yang belum pasti.
`Syarat-syarat perjanjian disebut sebagai perjanjian bersyarat dapat dilihat dari 3 hal:
  • Dapat dilihat dari isi yang secara tegas disebut syarat tersebut.
  • Hekekat perjanjian itu bersyarat.
  • Perjanjian bersyarat didasarkan pada kelaziman.
Macam-macam syarat:
  • Syarat yang menunda perjanjian.
  • Syarat yang maengakhiri atau memutuskan perjanjian.

Syarat dianggap tidak ada bila:
  • Klausul perjanjian telah kadaluwarsa.
  • Jika syarat digantungkan pada suatu yang pasti.
  • Jika perjanjian didasarkan pada syarat yang memaksa.
  • Syarat perjanjian tidak mungkin dipenuhi/dilaksanakan.
  • Syarat tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan.
Syarat harus dimengerti, sehubungan dengan ini perlu diperhatikan beberapa ketentuan:
  • Syarat harus dapat dimengerti.
  • Syarat dibuat dengan kesepakatan tidak sepihak saja.
  • Syarat tidak terpenuhi.